HUKUM ACARA PERDATA
Hukum acara perdata merupakan salah satu acuan penyelesaian sengketa bagi para pihak yang bersifat mengatur dan memaksa.
Menurut fungsinya, hukum dibagi atas hukum materiil dan hukum formal. Hukum acara perdata adalah hukum formal yaitu hukum yang mengatur tentang tata cara atau beracara perdata ke pengadilan.
Pengertian Hukum Acara Perdata Menurut Para Ahli
Dikutip dari buku Buku Ajar Hukum Acara Perdata Peradilan Agama (Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah oleh Adiyono, SHI,MHI, beberapa pendapat ahli tentang hukum acara perdata, sebagai berikut:
Wirjono Prodjodikoro
Hukum acara perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan hukum perdata.
Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH
Hukum perdata adalah hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaati hukum perdata materiil dengan perantara hakim atau peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya pelaksanaan hukum perdata materiil.
Retno Wulan S
Hukum acara perdata adalah pada semua kaidah hukum yang menentukan dan mengatur cara bagaimana melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata sebagaimana yang diatur dalam hukum materiil
Sumber Hukum Acara Perdata
Mengutip dari buku Hukum Acara Perdata Di Indonesia: Permasalahan Eksekusi dan Mediasi oleh Endang Hadrian, hukum acara perdata di Indonesia, ternyata sampai kini tetap mengadopsi hukum acara perdata peninggalan Belanda.
Sumber hukum acara perdata adalah tempat dimana dapat ditemukannya ketentuan-ketentuan hukum acara perdata yang berlaku di Indonesia. Sumber-sumber hukum acara perdata di Indonesia adalah:
1. Herziene Indonesisch Reglement (HIR)
2. Reglement Voor de Buitengewesten (RBg)
RBg yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ordonansi 11 Mei 1927 adalah pengganti berbagai peraturan yang berupa reglemen yang tersebar dan berlaku hanya dalam suatu daerah tertentu saja. RBg berlaku untuk di luar Jawa dan Madura
3. Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering (RV)
Adalah reglemen yang berisi ketentuan-ketentuan hukum acara perdata yang berlaku khusus untuk golongan Eropa dan yang dipersamakan dengan mereka untuk berperkara di muka Raad Van Justitie dan Residentie Gerecht.
4. Burgerlijk Wetboek (BW)
BW (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), walaupun sebagai kodifikasi Hukum Perdata Materiil, namun juga memuat Hukum Acara Perdata, terutama dalam Buku IV tentang pembuktian dan daluwarsa (Pasal 1865 s.d. Pasal 1993). Selain itu, terdapat juga dalam pasal Buku I, misalnya tentang tempat tinggal atau domisili (Pasal 17 s.d. Pasal 533, Pasal 535, Pasal 1244, dan Pasal 1365).
5. Weotboek van Koophandel (WvK)
7. Adat Kebiasaan.
8. Doktrin
9. Peraturan Mahkamah Agung (PERMA)
10. Instruksi dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA)
11. Yurisprudensi
Asas-asas Hukum Perdata
Sebagaimana dikutip dari buku Pengantar Hukum Acara Perdata & Contoh Dokumen Litigasi Perkara Perdata oleh Bambang Sugeng AS, SH, MH, asas hukum acara perdata di Indonesia adalah:
1. Hakim bersifat menunggu
Mengajukan tuntukan adalah hak pihak yang berkepentingan, hakim bersifat menunggu datangnya tuntutan yang diajukan kepadanya, namun sekali datang perkara diajukan kepadanya, hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadilinya, meski dengan dalih hukum tidak dan kurang jelas.
2. Hakim Bersifat Pasif
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 4 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009. Hakim hanya membantu para pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan cepat sederhana dan biaya ringan.
3. Persidangan Terbuka untuk Umum
Ketentuan Pasal 13 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009. Asas ini bertujuan untuk memberi perlindungan hak asasi manusia di peradilan, sehingga terjadi pemeriksaan yang adil dan objektif dan didapat keputusan yang objektif pula.
Masyarakat boleh menyaksikan jalannya persidangan yang terbuka untuk umum, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang dan persidangan dinyatakan dilakukan tertutup.
4. Mendengarkan Kedua Belah Pihak
Tercermin pada Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, Pasal 121 Dan 132 HIR. Pengadilan harus memperlakukan kedua belah pihak sama, memberi kesempatan kepada kedua belah pihak untuk menyatakan pendapat dan tidak memihak.
5. Putusan Harus Disertai Alasan
Pertanggungjawaban hakim dari putusannya terhadap masyarakat, para pihak, pengadilan yang lebih tinggi, ilmu hukum sehingga oleh karenanya mempunyai nilai objektif
6. Beracara Dikenakan Biaya
Diatur dalam Pasal 2 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, Pasal 145 Ayat (4), Pasal 192-194 Rbg, dsb.
Biaya perkara ini dipakai untuk: biaya kepaniteraan, biaya panggilan, biaya pemberitahuan, biaya materai, dll biaya yang memang diperlukan seperti biaya pemeriksaan setempat.
7. Tidak ada keharusan mewakilkan dalam beracara
HIR tidak mewajibkan para pihak untuk mewakilkan penyelesaian perkara kepada orang lain. Dengan demikian, pemeriksaan di persidangan terjadi secara langsung terhadap pihak yang berkepentingan
8. Peradilan Secara Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan
Asas hukum acara perdata ini tercermin dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 dalam Pasal 2 Ayat (4) dan Pasal 4 Ayat (2). Pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan dengan cara efisien dan efektif; biaya ringan adalah biaya yang bisa dijangkau oleh masyarakat. Namun tidak mengesampingkan kecermatan dalam mencari kebenaran dan keadilan.